Harianmerdekapost.com, Probolinggo, Jawa Timur – Upaya memperkuat industri kreatif batik di Kota Probolinggo kini mendapatkan angin segar melalui program Pemberdayaan Mitra–Usaha Produk Unggulan Daerah (PM-UPUD) yang digagas oleh dosen Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) Surabaya dan Universitas WR Supratman Surabaya (Unipra). Program yang didanai Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) tahun 2025 ini bertajuk “ Optimalisasi Industri Kreatif Batik melalui Inovasi Teknologi untuk Meningkatkan Kualitas, Kuantitas Produk, dan Efisiensi Biaya ”. Tim PM-UPUD diketuai oleh Dr. Dra. Fedianty Augustinah, MM. (Unitomo) dengan anggota Dr. Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd., M.Pd., Bambang Sutejo, S.T., M.T. (Unipra), dan Dr. Ir. Suyanto, MM., ME. (Unitomo), serta 4 anggota mahasiswa Unitomo. Program ini melibatkan dua mitra utama, yaitu IKM Batik Wahyulatri dan Poerwa Batik, yang berlokasi di Kelurahan Kebonsari Kulon, Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo.
Dalam keterangannya, Fedianty Augustinah menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata sinergi antara akademisi, pemerintah, dan pelaku usaha kecil menengah untuk membangun ekosistem industri batik yang lebih maju dan berkelanjutan. “ Tujuan kami tidak hanya memperbaiki kualitas produk, tetapi juga menciptakan efisiensi biaya dan peningkatan kapasitas produksi melalui teknologi tepat guna, ” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa penerapan mesin pengering Dry Room Infrared dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) berhasil memangkas waktu dan biaya produksi secara signifikan. “ Mesin pengering infrared yang kami kembangkan sudah terdaftar sebagai paten sederhana di Kemenkumham. Alat ini mampu mengeringkan hingga 16 lembar kain batik dalam 10 menit, serta menekan biaya produksi sampai 70%,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, tim juga menghibahkan dua alat tersebut kepada mitra batik sebagai dukungan langsung terhadap keberlanjutan usaha.
Sementara itu, salah satu anggota tim, Suyanto menambahkan bahwa kegiatan ini tak hanya berfokus pada inovasi alat, tetapi juga peningkatan kemampuan manajerial para pengrajin. “ Kami memberikan pelatihan tentang manajemen usaha, digital marketing, serta sistem pembukuan berbasis akuntansi agar pengrajin bisa beradaptasi di era ekonomi digital ”, ujarnya.
Selain itu, menurut Suyanto, tim juga memperkenalkan konsep green economy melalui penggunaan IPAL ramah lingkungan untuk mengurangi pencemaran air akibat limbah pewarna sintetis. “ Hasil evaluasi awal, program ini memberikan dampak ekonomi yang nyata: kapasitas produksi batik meningkat 35–40%, penjualan digital naik hingga 40%, dan muncul peluang kerja baru di sekitar lokasi produksi”, imbuh dosen FEB ini.
Dampak kegiatan ini turut dirasakan langsung oleh mitra pelaku pengrajin batik. Eva Sugiarti, pemilik IKM Batik Wahyulatri, mengaku inovasi yang dibawa tim Unitomo dan Unipra sangat membantu efisiensi produksi. “Dulu kami butuh waktu berjam-jam untuk mengeringkan kain batik, sekarang cukup 10 menit saja. Biaya listrik juga jauh lebih hemat. Selain itu, kualitas warna batik jadi lebih merata dan tidak mudah pudar,” ungkapnya dengan penuh syukur. Ia menambahkan bahwa pendampingan dari tim juga membuka wawasan baru bagi para pengrajin untuk memasarkan produk secara digital. “Sekarang kami sudah bisa jualan lewat media sosial dan marketplace. Hasilnya, pesanan dari luar daerah semakin banyak,” katanya.
Dengan keberhasilan ini, program PM-UPUD Unitomo dan Unipra diharapkan menjadi contoh pemberdayaan masyarakat berbasis teknologi yang bisa direplikasi di daerah lain. Seperti yang ditegaskan Fedianty Augustinah, inovasi teknologi dalam batik bukan hanya soal efisiensi produksi, tetapi juga bagian dari pelestarian budaya lokal dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. “ Kami ingin batik Probolinggo tidak sekadar bertahan, tetapi tumbuh menjadi produk unggulan yang membanggakan daerah dan Indonesia, ” pungkasnya.
( AP/RP )






