Harianmerdekapost.com, Pasuruan, Jatim – Di penghujung tahun 2024, Korps Adhyaksa menetapkan Ketua PKBM Salafiyah di Kejayan yakni BPS sebagai tersangka dalam kasus ini, Senin (30/12/2024).
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah lembaga pendidikan nonformal yang dibentuk oleh, dari, dan untuk masyarakat. Tujuan dibentuknya PKBM di antaranya: mengurangi angka buta huruf, meningkatkan kualitas kerja, meningkatkan kemandirian, menghasilkan generasi berkualita dan mendorong kesetaraan pendidikan. Tujuan yang baik ini disalahgunkan oleh oknum BPS yang merugikan negara.
BPS diduga kuat menyalahgunakan dana bantuan bergulir tersebut. Bahkan tidak main – main, nila yang diduga kuat dipermainkan sangat fantastis.
Kajari Kabupaten Pasuruan Teguh Ananto mengatakan, dana bantuan yang diterima PKBM Salafiyah Kejayan dari tahun 2021 sampai Juni 2024 adalah Rp 2,692 Miliar.
“Mirisnya, yang diduga disalahgunakan oleh tersangka itu sebesar Rp 1,955 Miliar. Artinya, hampir 73 persen anggaran bantuan itu dimainkan,” katanya
Disampaikannya, dari hasil penyidikan kejaksaaan, modus yang digunakan tersangka untuk menyalahgunakan uang hibah ini adalah dengan membuat surat pertanggungjawaban (spj) kegiatan fiktif.
“Nilai kerugian negara itu kami dapatkan dari hasil perhitungan audit yang dilakukan inspektorat,” sambung Teguh, sapaan akrab Kajari.
Menurut Kajari, sebelum menetapkan dan menahan tersangka, proses nya sangat panjang penyidikan dugaan penyalahgunaan dana hibah untuk Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di Pasuruan ini . Dan akhirnya menemui titik terang. Setelah pihak kejaksaan memeriksa 85 saksi dan dua saksi ahli.
Disamping itu , lanjut dia, penyidik juga sudah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti yang berupa dokumen dan beberapa barang bukti lainnya.
“Berdasarkan alat bukti permulaan yang cukup tersebut,
kami menahan tersangka BPS di rutan selama 20 hari ke depan sejak hari ini,” paparnya.
Terpisah, Kasi Pidsus Kejari Kabupaten Pasuruan Dymas menjelaskan, yang dibuat fiktif salah satunya adalah pengadaan bahan ajar.
Menurut dia, alokasi anggaran yang diperuntukkan untuk pengadaan buku ajar ini tidak dibelanjakan. Jadi, tersangka seolah – olah kerjasama dengan pihak ketiga.
“Tapi faktanya, pihak ketiga itu fiktif. Tidak ada pengadaan buku ajar, dan uangnya diduga dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” sambungnya.
Tidak hanya itu, kata dia, ada juga yang fiktif dalam hal lain yakni honor untuk tenaga pendidik. Dia mengaku pihaknya masih akan mendalami kasus ini.
Kejaksaan menjerat tersangka dengan Pasal 2 jo. Pasal 18 untuk primair dan Pasal 3 jo. Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah dg UU 20/2001 untuk subsider..,izz