Aksi Tolak Survei Seismik Berujung Kriminalisasi, Polisi Sempat Acungkan Senjata ke Nelayan Sebelum Melakukan Penangkapan

Aksi Tolak Survei Seismik Berujung Kriminalisasi, Polisi Sempat Acungkan Senjata ke Nelayan Sebelum Melakukan Penangkapan
Seseorang yang diduga aparat kepolisian saat mengamankan salah seorang nelayan yang menolak Survei Seismik 3D PT KEI (Foto: For HMP)

Harianmerdekapost.com – Sumenep, Madura, Jawa Timur – Polemik proyek survei seismik 3D milik PT Kangean Energy Indonesia (KEI) di Pulau Kangean kian memanas. Tujuh nelayan setempat yang selama ini dikenal lantang menolak aktivitas eksplorasi migas ditangkap aparat kepolisian setelah berupaya mengusir kapal survei yang diduga tengah melakukan kegiatan di perairan mereka.

Penangkapan terhadap tujuh nelayan yang dikenal aktif menolak survei seismik tersebut terjadi pada Selasa, 4 November 2024.

Menurut keterangan Juru Bicara Aliansi Nelayan Kangean, Khoirul, peristiwa itu bermula saat salah satu nelayan, berinisial D, mendengar suara ledakan dari arah pesisir laut sekitar pukul 11.30 WIB.

Ledakan tersebut diduga berasal dari aktivitas kapal survei milik PT KEI yang tengah melakukan penembakan air gun di perairan sekitar.

Merespons hal itu, D bersama enam rekannya — FR, AD, NM, MD, SF, dan MK — berinisiatif menuju lokasi menggunakan perahu kecil sekitar pukul 12.30 WIB untuk mengusir kapal tersebut. Mereka menilai kegiatan survei seismik berpotensi merusak ekosistem laut serta mengancam sumber penghidupan masyarakat nelayan.

“Saat perahu mereka mendekat hingga jarak sekitar 5–10 meter dari kapal survei, tampak sekitar 20–30 aparat kepolisian berada di atas kapal itu,” ungkap Khoirul dalam keterangan persnya.

Ia menuturkan, para nelayan sempat melihat sekitar 10 polisi mengarahkan senjata ke arah mereka. Meski demikian, tujuh nelayan yang disebut sebagai pejuang lingkungan itu tetap berupaya menghalau kapal hingga akhirnya kapal survei menjauh ke tengah laut. Setelah merasa situasi mereda, mereka memutuskan untuk kembali ke daratan.

Namun, dari kejauhan muncul perahu karet berisi 7–10 aparat kepolisian yang kemudian mengejar perahu nelayan. Saat mencoba menghindar, perahu nelayan ditabrak dari samping hingga mengenai karang. Akibatnya, baling-baling perahu rusak dan tak bisa dikendalikan.

READ  Kanwil Kemenkumham Kalbar Hadiri Public Hearing Raperda Kayong Utara

“Ketujuh nelayan akhirnya ditangkap tanpa surat penangkapan yang diperlihatkan, dan enam ponsel mereka juga disita aparat. Penangkapan terjadi sekitar pukul 14.00 WIB di perairan Beto Tete, Kangean,” jelas Khoirul.

Ia menilai peristiwa tersebut merupakan bentuk tindakan represif terhadap warga yang memperjuangkan lingkungan. Menurutnya, apa yang dilakukan para nelayan bukan aksi anarkis, melainkan bentuk penolakan yang sudah berulang terhadap survei seismik PT KEI yang dinilai mengancam ekosistem laut.

“Ini bukan kali pertama masyarakat melakukan pengusiran. Sejak awal, mereka sudah menolak keras aktivitas survei seismik karena khawatir akan merusak laut dan mata pencaharian mereka. Sayangnya, aspirasi masyarakat belum juga direspons,” tegasnya.

Khoirul menambahkan, setiap warga negara berhak menyampaikan pendapat dan memperjuangkan kelestarian lingkungan sebagaimana dijamin konstitusi. Karena itu, ia menyayangkan adanya kriminalisasi terhadap para nelayan yang selama ini hanya berusaha menjaga laut tempat mereka bergantung hidup.

Sementara itu, Kasi Humas Polres Sumenep, AKP Widiarti S., S.H, tidak membenarkan adanya penangkapan tersebut.

“Tidak ada penangkapan, hanya memberikan himbauan dan setelah membuat surat pernyataan dipulangkan,” ujarnya.

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *