Pemuda Sumenep Gugat Syarat Calon Independen ke MK

Berita435 Views

Harianmerdekapost.com – Jakarta – Tiga pemuda kelahiran Madura mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan  syarat calon kepala daerah Independen/jalur perseorangan.

Ketiga pemuda itu adalah Ahmad Farisi (Sumenep) selaku pemohon I, A. Fahrur Razy (Sumenep) selaku pemohon II, dan Abdul Hakim (Bangkalan) selaku pemohon III.

Dalam perkara yang disidangkan pada Selasa, 2 Juli 2024 itu ketiga pemuda kelahiran Madura itu meminta MK membatalkan  Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e dan ayat (2) huruf a, b, c, d, e UU No 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada yang berisi tentang ketentuan syarat dukungan bagi calon kepala daerah independen.

Ketiga pemohon menilai Pasal 41 itu bertentangan dengan UUD 1945 lantaran syarat untuk maju sebagai calon kepala daerah independen yang termuat di dalamnya sangat tinggi sehingga menyebabkan banyak pihak yang berkepentingan gagal untuk maju sebagai calon kepala daerah independen.

Padahal, kata Ahmad Farisi salah satu pemohon, UUD 1945 menjamin setiap warga negara untuk memperoleh kesempatan dan kemudahan dalam urusan pemerintahan. Seperti Pasal 28H ayat (2) yang  menyatakan bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

Selain itu, Pasal 28D ayat (3) juga menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”

“Ketentuan Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2) adalah irasional dan melawan logika konstitusi. Pasal 28H dan Pasal 28D menjamin setiap warga negara memperoleh kesempatan yang sama,” kata Ahmad Farisi.

Karena itu, dalam petitumnya pemohon meminta MK membatalkan Pasal 41 ayat (1) dan (2) yang sebenarnya tak lebih dari sekadar aturan monopolis yang dibentuk oleh partai politik melalui kuasa legislasinya di DPR dan pemerintah.

See also  Tangis Haru Warnai Sertijab dan Pisah Sambut Kepala Dinas P3A Papua Barat

Sebagai alternatifnya, mereka meminta MK untuk memperbolehkan organisasi masyarakat (ormas) seperti perkumpulan nelayan, asosiasi pedagang, asosiasi kelompok tani, asosiasi seniman dan lainnya untuk mengusung calon kepala daerah independen.

Berikut petitumnya:

1. Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya.

2. Menyatakan Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dari organisasi masyarakat atau perkumpulan masyarakat yang tercacat dan terverifikasi oleh Gubernur/Bupati/Walikota setempat minimal 5 yang masing-masing tersebar di 5 kabupaten/kota”.

3. Menyatakan Pasal 41 ayat (2) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota jika memenuhi syarat dukungan dari organisasi masyarakat atau perkumpulan masyarakat yang tercacat dan terverifikasi oleh Bupati/Walikota/Kecamatan setempat minimal 5 (untuk daerah kabupaten) dan 4 (untuk daerah kota) yang masing-masing tersebar di 5 kecamatan (untuk daerah kabupaten) dan 4 kecamatan (untuk daerah kota)”.

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

See also  Kades Watukosek Yang Juga Pengurus MWC NU Kecamatan Gempol Menikahkan Putri Tercintanya

Apabila Majelis Hakim Konstitusi Republik Indonesia berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *