Teman saat kuliah ada yang selalu siap menjadi peraga rasul, bagian pembasuhan kaki. Sekalipun dia tidak bertugas, entah kenapa, aku tidak sengaja, lalu dia selalu katanya memakai kemeja putih dan celana hitam bahkan dia saat berangkat kuliah menggunakan Pakaian itu yang memang selalu diminta mengenakan pakaian itu oleh 12 peraga rasul yang telah ditunjuk dan bersedia.
Beberapa kali, dari 12 orang peraga rasul itu, ada saja yang berhalangan.
Namun, si teman adalah “pemain cadangan” yang bakal selalu siap sedia.
Pendeta sampai hafal.
Hampir setiap Ibadah Kamis Putih, ada dia. Meski statusnya hanya “cadangan”.
Cadangan yang akhirnya terpakai.
Hari Kamis itu juga adalah hari kelahiran atau weton saya.
Maka tiap hari Kamis Putih, secara pribadi saya juga memperingati hari kelahiran. Hari dimana ada rasa cemas-cemas harap saya yang terjadi pada keluarga, terutama ibu yang menghasilkan cita-cita pada kelahiran saya.
Entah kenapa, di salah satu hari raya jelang Paskah ini, seringkali saya memang akan terbawa perasaan.
Ada rasa khusuk, tapi juga ada rasa sedih dan tak pantas jika mengingat siapa yang sebenarnya sedang diperingati.
Apalagi kemudian kalau dihubungkan dengan kisah penghianatan yang dilakukan Yudas Iskariot. Imajinasi saya suka main-main, kok Yesus mainnya sama orang toxic ya?
Tetapi… Di hari Kamis Putih ini saya diingatkan untuk tidak melihat manusia dari kaki, hari lahir atau apa pun yang secara fisik manusia terlihat.
Yesus mwngajarkan melihat sesama itu dari hati.Buktinya, ia mau mencuci kaki semua muridnya yang kemudian “diulang” sebagai pengingat oleh para Imam tiap tahun.
Tidak peduli bahwa yang dicuci itu bukan yang berfungsi sebenarnya di hari itu, malah dia lagi-dia lagi.
Berharapnya, setelah kaki dibersihkan dari segala kotoran yang mungkin menempel dan menyerta di sana, si pemilik kaki bisa melangkah ringan lagi ke tengah sesamanya dengan segala perbuatan baik.
Selayaknya bayi yang baru lahir dan kehadirannya diharapkan.