Harianmerdekapost.com – Sumenep, Madura, Jawa Timur – Plt Sekretaris Daerah (Sekda) Sumenep, Achmad Syahwan Effendy, akhirnya angkat bicara soal polemik pengusulan formasi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu yang menyisakan ratusan guru honorer tanpa kejelasan nasib.
Syahwan menegaskan, keputusan membatasi jumlah usulan bukan diambil olehnya, melainkan hasil rapat Sekda sebelumnya.
“Itu sudah diputuskan sebelum saya menjabat Plt, bukan keputusan saya,” katanya, Sabtu (20/9).
Namun, ia tidak menampik bahwa kebijakan itu dilandasi dua alasan mendasar, uang pertama laporan Dinas Pendidikan (Disdik) yang menyebut adanya kelebihan tenaga pendidik di beberapa sekolah, serta keterbatasan anggaran daerah.
“Anggaran kita terbatas, dan laporan Disdik menunjukkan ada surplus guru di lapangan,” ujarnya.
Meski demikian, Syahwan mengaku hingga kini belum pernah ada rapat resmi antara dirinya, Disdik, maupun BKD untuk mencari jalan keluar. Ia hanya membuka kemungkinan pembahasan lanjutan.
“Saya Plt, bukan definitif. Jadi saya serahkan kepada dinas dan tim, mungkin lewat TAPD,” jelasnya.
Pernyataan ini menegaskan bahwa pemerintah daerah sepenuhnya bertanggung jawab atas kebijakan tersebut, sebab mekanisme pengusulan PPPK Paruh Waktu bukan kewenangan pusat.
“Karena ini sudah diserahkan ke daerah, maka pusat tidak menyediakan anggarannya,” tegasnya.
Sebelumnya, Disdik Sumenep hanya mengajukan 1.621 formasi PPPK Paruh Waktu dari total 2.119 guru honorer. Keputusan itu membuat 498 guru tersisih tanpa kepastian. Kondisi ini memicu gelombang kritik karena dianggap menunjukkan lemahnya perencanaan dan minimnya keberpihakan pemerintah pada tenaga pendidik yang selama ini menjadi tulang punggung pendidikan di daerah. (*)