“Menilik Tren Ekonomi,Apa yang Mengisyaratkan Penurunan Daya Beli Masyarakat?”

Arikel, Sosial341 Views

Harianmerdekapost.com,Pontianak,Kalbar-Daya beli kelas menengah di Indonesia menunjukkan tanda-tanda pelemahan yang signifikan, memunculkan kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi nasional. deflasi yang terjadi selama tiga bulan berturut-turut menjadi salah satu indikator utama dari penurunan daya beli ini.menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), deflasi tercatat sebesar -0,03 persen pada Mei, -0,08 persen pada Juni, dan meningkat menjadi -0,18 persen pada Juli 2024.

Ekonom Senior Indef, Didik J. Rachbini, mengungkapkan bahwa penurunan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, sangat terlihat dari tren deflasi ini. “Meskipun deflasi terdengar menguntungkan bagi konsumen karena harga yang lebih rendah, ini bisa menjadi alarm tanda bahaya bagi perekonomian kita,” kata Didik dalam keterangannya pada Jumat (2/8).Deflasi, dalam konteks ini, bukanlah kabar baik. Didik menambahkan bahwa fenomena ini mencerminkan lemahnya kemampuan masyarakat untuk membeli barang-barang kebutuhan mereka. “Deflasi adalah fenomena makro ekonomi yang menunjukkan ekonomi masyarakat sedang tidak berdaya untuk membeli barang-barang kebutuhannya,” ujarnya.

Penurunan daya beli ini dipicu oleh beberapa faktor. Pertama, kinerja industri manufaktur yang menurun tajam, dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur turun ke zona kontraksi, dari 50,7 pada Juni menjadi 49,3 di Juli 2024. “Menurunnya kinerja manufaktur menjadi salah satu pendorong utama melemahnya daya beli,” jelas Didik.Kedua, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang meluas akibat menurunnya permintaan baik dari dalam negeri maupun luar negeri, turut menekan daya beli masyarakat. “PHK yang terjadi saat ini mencerminkan lemahnya permintaan dan menurunnya produksi, yang berdampak langsung pada pengurangan pendapatan masyarakat,” tambah Didik.Ketiga, proporsi kelas menengah di Indonesia juga mengalami penurunan signifikan.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS yang diolah oleh Bank Mandiri, proporsi kelas menengah pada 2023 hanya 17,44 persen, turun dari 21,45 persen pada 2019. “Penurunan jumlah kelas menengah ini merupakan sinyal serius yang menunjukkan ekonomi kita tidak tumbuh seimbang,” tegasnya.

See also  Serda Mista Kusnadi : Pentingnya Rutin Membawa Balita ke Posyandu untuk Menjaga Tumbuh Kembangnya

Penurunan jumlah kelas menengah ini juga tercermin dari meningkatnya rasio kredit macet (non-performing loan/NPL) pada kredit pemilikan rumah (KPR). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio NPL properti mencapai 2,4 persen pada Desember 2023, lebih tinggi dibandingkan 2,1 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya.gejolak ekonomi ini juga tercermin dari menurunnya penjualan mobil. data gabungan industri kendaraan bermotor indonesia (Gaikindo) menunjukkan bahwa penjualan wholesales sepanjang semester I 2024 turun 19,5 persen menjadi 408.012 unit dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 506.427 unit.

Melihat kondisi ini, Didik mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan yang tepat. “Pemerintah perlu memperkuat daya beli masyarakat dan mengembalikan kepercayaan pasar untuk menghindari resesi yang lebih dalam,” pungkasnya.

Fenomena melemahnya daya beli ini menunjukkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia saat ini membutuhkan perhatian serius dan langkah-langkah strategis dari berbagai pihak untuk menghindari dampak yang lebih buruk.(*Kzn/Andi S,/junaidi.)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *