Komite SMKN Tempursari, “Halalkan” Pungli

Harianmerdekapost.com, Lumajang Jatim | Temuan awak media terkait dugaan pungutan liar, membuat ketua komite SMKN Tempursari geram, pasca awak media mengkonfirmasi perihal dugaan pungli berkedok komite sekolah di internal SMKN ( Sekolah Menengah Negeri Kejuruan ) Tempursari Lumajang Jawa Timur.

Menanggapi hal tersebut, Sutaji Ketua Komite Sekolah, membenarkan bahwa wali siswa di SMKN Tempursari, memiliki tanggungan tersendiri berkaitan dengan pembayaran, untuk keberlangsungan aktivitas belajar dan mengajar.

Baca Sebelumnya : Ketua Komite Sekolah Angkat Bicara Soal Pungutan di SMKN Tempursari

Dengan nada emosi, Sutaji menyebut di sekolah lain ditingkatkan yang sama di Kabupaten Lumajang, juga memberlakukan SPP. Bahkan kata dia lebih besar dibandingkan dengan yang diberlakukan di SMKN Tempursari. Namun kenapa itu tidak ramai, dan di SMKN Tempursari sebalik.

“Di kota itu lo pak, di daerah pinggiran di Pandanwangi itu lo, SPP itu seratus pak, lebih besar dari kita. Di SMA lain, di Pasirian lebih besar dari pada kita. Disini lima puluh ribu kok ada yang ribut, padahal dia memutuskan sendiri,” ucap Sutaji.

Seakan menggambarkan, tidak respect terhadap keadaan terkini, bermula dari rasa ketidakmampuan wali siswa, akan tetapi nampak lebih condong pada kepentingan sekolah secara pribadi, dengan kata lain dipaksakan. Sementara, wali siswa tidak memiliki ruang menyampaikan, hanya dihantui rasa takut terjadi hal yang tidak diinginkan pada sang anak, jika tak membayar.

Sempat Sutaji meminta agar siapapun, tidak diungkrek – ungkrek (ungkit – ungkit), sebab dia bersikukuh, keadaan yang ada, bukanlah sebuah permasalahan.

“Penyimpangan itu harus melalui prosedur. Misalnya saya dipanggil Kacabdin, ternyata Kacabdin tidak bisa menyelesaikan, baru ke Polres. Begitu, alurnya yang bener, begitu yang bener. Tidak langsung mem-blow up di wartawan, di apalah,” sebutnya.

See also  DOAMU Adalah Tokoh dan Figur Yang Tidak Dapat Kita Tinggalkan.

Disisi lain, bertolak belakang dengan penyampaian Sutaji jika pembayaran tidak memaksa, timbul pengakuan dari salah seorang pelajar, jika tak membayar jelang waktu ujian tak diberikan kartu peserta ujian.

Sarat semakin membuka terang pola main sesungguhnya, agar tarikan diinternal lembaga pendidikan itu, benar tak menyalahi aturan yang ada. Diantaranya, serah terima langsung pembayaran pada oknum di sekolah, tanpa diberikan bukti tanda pembayaran. Adapun, diberikan dalam bentuk layak, namun tak sama dengan realita yang ada.

Tempat terpisah Cabang Dinas Kabupaten Lumajang sudah menerima informasi akan keadaan tersebut, tetapi hingga saat ini, dua hari pasca didatangi ke sekretariat Cabdin Pendidikan Provinsi Jawa Timur, terkesan abai dan sama sekali tidak menanggapi adanya pemberitaan yang sudah beredar.

Lain lagi, seorang siswa menyampaikan pembayaran dijadikan terpisah, bulanan dan pembayaran untuk pembangunan masjid. Ia sampaikan, semula untuk pembangunan masjid, wali siswa dibebani pembayaran sebesar Rp. 600 ribu, akan tetapi lantaran diprotes, lalu turun hingga pada angka Rp. 200 ribu. Sementara bulanan, rutin sebesar Rp. 50 ribu. (tim)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *