Konflik Agraria Sumber Korupsi Terbesar dan Penjajahan Modern terhadap Rakyat, Maka Tegakkan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 Ungkap Zainuddin Arsyad (Ketua Umum FABEM)

Harianmerdekapost.com, Pontianak,Kalbar-Mengutip laman Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia (2021), luas daratan negara Indonesia adalah 1.916.906 kilometer persegi. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan sekitar 17.508 pulau yang termasuk dalam wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terdapat sekitar 126 juta bidang tanah di Indonesia. Per 31 Mei 2024, sebanyak 113,3 juta bidang tanah telah terdaftar, sehingga masih ada sekitar 12,7 juta bidang tanah yang belum terdaftar. Dari 513 kabupaten/kota di Indonesia, baru 33 kabupaten/kota yang telah dinyatakan lengkap per 31 Mei 2024 (sumber: ATR/BPN).

“Kabupaten dan kota diberikan status lengkap karena seluruh bidang tanah di wilayah tersebut telah dipetakan dan didata. Hal ini sangat diperlukan pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan di bidang tata ruang dan pertanahan, sehingga dapat meminimalkan konflik agraria,” ungkap Zainuddin Arsyad.

Namun, masih terdapat 480 kabupaten/kota yang belum memiliki data lengkap, yang berpotensi menjadi pemicu konflik agraria di Indonesia. Menurut laporan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam Catatan Akhir Tahun 2023, terdapat 2.939 konflik agraria yang mencakup 6,3 juta hektar lahan dan berdampak pada 1.759.308 keluarga. Selama periode 2015-2023, tercatat 3.503 korban dari konflik-konflik tersebut, sebagian besar berasal dari sengketa yang belum terselesaikan.

Data KPA juga menunjukkan bahwa hingga saat ini, 25 juta hektar tanah dikuasai oleh pengusaha sawit, 10 juta hektar dikuasai oleh pengusaha tambang, dan 11,3 juta hektar dikuasai oleh pengusaha kayu. Di sisi lain, sebanyak 17,24 juta petani gurem hanya menguasai lahan di bawah 0,1 hingga 0,5 hektar, sementara sisanya merupakan buruh tani yang tidak memiliki lahan.

Penyebab terjadinya konflik agraria di Indonesia antara lain:

See also  Pastikan Komitmen Desa, BPOM Manokwari Lakukan Pengawalan Post Intervensi

1. Praktik korupsi
2. Ketidakpastian hukum
3. Ketidakmampuan pemerintah dalam mendata dan mendaftarkan bidang tanah di Indonesia

Solusi untuk menyelesaikan masalah ini, penegakan Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 sangat penting, yang menyatakan: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Beberapa langkah yang perlu dilakukan adalah:
1. Meningkatkan keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas korupsi di bidang agraria.
2. Membangun tatanan agraria yang adil, berdaulat, akuntabel, dan transparan.
3. Mengembangkan sistem digitalisasi atau big data agraria di Indonesia agar tidak terjadi tumpang tindih kepemilikan lahan.

Editor : Fery Irawan

Penulis : Edi A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *