DPRD Sumenep Desak Pemkab Selamatkan Petani Rumput Laut dari Krisis

DPRD Sumenep Desak Pemkab Selamatkan Petani Rumput Laut dari Krisis
Anggota Komisi II DPRD Sumenep, H. Masdawi. (Foto : Istimewa)

Harianmerdekapost.com – Sumenep, Madura, Jawa Timur – Nasib ribuan petani rumput laut di Kabupaten Sumenep kian memprihatinkan. Anjloknya harga, kualitas bibit yang terus menurun, hingga minimnya dukungan pemerintah membuat sektor andalan pesisir Madura Timur itu berada di ujung tanduk.

Anggota Komisi II DPRD Sumenep, H. Masdawi, mendesak pemerintah daerah segera turun tangan melalui dinas terkait untuk memberi perhatian serius kepada petani.

“Biarpun anggaran minim, paling tidak dinas turun langsung. Perhatikan mereka. Tunjukkan pemerintah peduli,” ujarnya tegas.

Menurut Masdawi, tanpa kebijakan nyata dan berkesinambungan, budidaya rumput laut di Sumenep bisa terancam hilang.

“Harus ada langkah konkret. Kalau tidak, petani akan beralih profesi dan rumput laut bisa punah,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Perikanan Sumenep, Edie Ferrydianto, mengakui  jika kondisi ekosistem rumput laut kini menghadapi tantangan berat. Ia menyebut, bibit yang digunakan petani sudah dipakai sejak 1980-an tanpa peremajaan.

“Kita butuh bibit baru yang lebih berkualitas. Yang dipakai petani sekarang sudah puluhan tahun,” ungkapnya.

Menurutnya selain membutuhkan bibit baru, kurangnya minat generasi muda untuk menekuni budidaya rumput laut serta keterbatasan anggaran menjadi salah satu persoalan yang tengah terjadi.

“Tahun ini tidak ada anggaran dari kabupaten. Tahun depan pun tidak ada karena sudah diplot. Mungkin baru bisa diperjuangkan di perubahan anggaran 2026. Padahal rumput laut ini bagian dari ketahanan pangan,” jelasnya.

Meski begitu, pihaknya berkomitmen terus memperjuangkan tambahan anggaran agar petani bisa bangkit.

“Harapannya petani bisa tumbuh dan berkembang, sehingga produksi tidak turun drastis,” pungkasnya.

Sebelumnya salah seorang petani rumput laut asal Dusun Korbi, Desa Pagar Batu, Kecamatan Saronggi bernama Damawiyah (49), menceritakan keresahannya menjadi petani rumput laut dalam beberapa rapa tahun terakhir. Dirinya mengaku sudah beberapa kali gagal panen meski sudah menggelontorkan modal besar.

READ  Pemdes Kepulungan Gelar Pembinaan Kader Posyandu " Dalam Rangka Upaya Desa Kepulungan Zero Stunting"

“Saya punya sepuluh keramba bambu rumput laut. Tapi kemarin malah merugi. Modal saya Rp10 juta boncos,” keluhnya.

Dalam kondisi normal, setiap keramba bisa menghasilkan Rp2,5 juta, sehingga jika panen penuh ia mampu meraup Rp25 juta. Namun kini, hasil panennya tak sebanding dengan biaya.

“Saya kayak orang stres. Sepuluh keramba boncos semua. Paling cuma satu kwintal saja dapatnya,” ujarnya berat hati.

Harga jual yang terus merosot makin memperburuk keadaan. Saat ini, rumput laut basah hanya Rp2.500/kg, semi kering Rp7.000/kg, dan kering Rp10.000/kg. Padahal sebelumnya, harga basah bisa mencapai Rp7.000–Rp8.000, sedangkan kering menembus Rp20.000–Rp25.000/kg.

“Dulu sekali panen bisa dapat Rp17 juta lebih. Sekarang, petani seakan tidak bisa dihalangi lagi untuk miskin,” ucapnya.

Hal senada juga dialami Handoko (35), petani asal Desa Lombang, Pulau Giliraja, Kecamatan Giligenting. Ia menyebut gagal total dalam menanam tahun ini akibat kondisi laut yang tak bersahabat.

“Sekarang cuaca dan iklim laut kurang bersahabat, makanya hasilnya buruk. Banyak petani yang menyerah,” katanya.

Di desanya, rumput laut yang dulunya menjadi mata pencaharian utama kini hanya dijadikan usaha sampingan.

“Mau bagaimana lagi kalau kondisinya terus begini. Kami terpaksa mencari usaha lain untuk menafkahi keluarga,” imbuhnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *