Aku pernah hidup dalam kegelapan—terjebak dalam dunia yang penuh dosa, kebencian, dan kepalsuan. Bagiku, Tuhan hanyalah cerita masa kecil, sesuatu yang jauh dan tidak nyata.
Aku tumbuh dalam kerasnya jalanan kota, menjadi pelaku kekerasan, perampokan kecil, bahkan pernah masuk penjara. Orang bilang aku tidak punya harapan. Bahkan aku sendiri percaya bahwa aku sampah yang tak bisa ditebus.
Namun, semuanya berubah saat aku bertemu dengan seorang pendeta di dalam penjara. Ia tidak menghakimi, tidak menasihati panjang lebar. Ia hanya memberikan satu benda: sebuah salib kecil dari kayu.
“Ini bukan sekadar lambang,” katanya, “ini adalah bukti bahwa kasih Tuhan itu nyata. Karena Salib-Nya, kita semua punya kesempatan baru.”
Aku diam. Salib itu sederhana, namun tatkala aku genggam, aku merasa seperti semua bebanku mulai mengangkat.
Malam itu, dalam kesunyian sel penjara, aku berlutut untuk pertama kalinya. Tak tahu bagaimana cara berdoa, aku hanya berkata: “Tuhan… kalau benar Kau mati untuk aku, maka ambil hidupku, dan pakailah.”
Air mata jatuh. Tidak karena sedih, tapi karena aku merasa diampuni. Tidak ada dosa yang terlalu besar untuk Salib-Nya.
Beberapa tahun berlalu. Aku bebas, tapi kali ini bukan hanya bebas dari jeruji, tapi dari dosa. Aku melayani pemuda jalanan, berbagi kasih Tuhan bagi mereka yang dulu seperti aku—hancur dan tanpa arah.
Setiap kali aku melihat salib itu, aku ingat:Karena Salib-Mu, ku diselamatkan. Bukan karena baikku, tapi karena kasih-Mu yang sempurna.