Cahaya bulan menyinari malam yang tenang di atas Tanah Papua. Dari Pegunungan Arfak hingga pesisir Teluk Cenderawasih, cahaya lembut itu memeluk bumi dengan kasih. Malam tidak terasa gelap, karena sang bulan memantulkan terang dari Sang Pencipta, seolah berkata, “Aku adalah terang dunia.” (Yohanes 8:12)
Di tengah tanah yang kaya dengan keindahan dan kekayaan alam—hutan yang hijau, sungai yang jernih, dan tanah yang subur—hiduplah seorang pemimpin kampung bernama Amos. Ia dikenal sebagai pria yang takut akan Tuhan, sederhana, tetapi berhikmat. Ia memimpin bukan dengan kekerasan, melainkan dengan kasih dan firman Tuhan sebagai landasan.
Setiap pagi, sebelum memulai pekerjaannya di ladang, Amos berdoa, mengucap syukur atas tanah Papua yang diberkati Tuhan. Ia percaya, “Tanah yang Kauberikan ini adalah perjanjian kasih antara Pencipta dan umat-Nya.” (lih. Ulangan 8:7-10)
Namun, berbeda dengan Amos, seorang pemuda bernama Yafet—yang bekerja bersamanya—mulai kehilangan arah. Ia mengandalkan kekuatannya sendiri, dan merasa tidak perlu melibatkan Tuhan dalam pekerjaannya. Ia berkata dalam hatinya, “Tanah ini cukup subur, untuk apa berdoa?”
Suatu malam, Yafet duduk sendiri di atas batu besar di tepi sungai, saat bulan bersinar terang di atasnya. Dalam keheningan itu, hatinya gelisah. Ia teringat kata-kata Amos:
“Tanah Papua bukan hanya subur oleh hujan dan matahari, tapi oleh berkat Tuhan yang menjaga kita karena kita takut akan Dia.”
Malam itu juga, Yafet bermimpi. Dalam mimpinya, ia melihat bulan bercahaya hanya di ladang Amos, dan ladangnya sendiri tertutup kabut. Ia mendengar suara:
“Jika engkau tidak berjalan dalam terang-Ku, engkau akan tersesat dalam gelap.” (1 Yohanes 1:6-7)
Esok paginya, dengan hati hancur dan mata sembab, Yafet menemui Amos. Ia bersujud dan berkata, “Ajarkan aku untuk hidup dalam takut akan Tuhan. Aku ingin belajar dari hatimu yang lembut dan taat.”
Amos memeluknya. “Tuhan tidak melihat masa lalumu, Yafet. Ia melihat hatimu hari ini. Mari kita berjalan bersama di dalam terang-Nya.”
Sejak hari itu, keduanya bekerja bersama dengan satu hati, dan ladang mereka menjadi subur, bukan hanya oleh hasil bumi, tetapi oleh damai yang melimpah. Cahaya bulan di malam hari selalu mengingatkan mereka akan kasih Allah yang setia, yang menerangi setiap jalan orang yang rendah hati.
Ayat Alkitab Pendukung:
“Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan.” — Yohanes 8:12
“Sebab Tuhan, Allahmu, membawa engkau masuk ke suatu negeri yang baik… tanah yang berlimpah-limpah air…” — Ulangan 8:7-10
“Jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan.” — 1 Yohanes 1:7
“Orang yang rendah hati diberi kasih karunia.” — Yakobus 4:6
Editor Amatus.Rahakbauw.K