Aku tahu, aku bukan siapa-siapa.
Bukan pejabat.Bukan orang yang duduk di belakang meja besar dengan pendingin ruangan.
Aku hanya seorang pemulung—yang berjalan melintasi jalanan, menggantungkan harapan pada botol plastik dan kardus bekas.
Tapi aku juga manusia.
Aku juga punya hati.
Aku lelah Bu Bos, ketika dipandang sebelah mata, seolah aku bukan bagian dari dunia yang sama.
Setiap kali aku lewat, ada saja lirikan sinis atau tangan yang buru-buru menutup hidung.
Ibu tahu?Aku bangun lebih pagi dari banyak orang.Aku menapaki jalan yang Ibu lewati dengan mobil mewah, bukan untuk meminta-minta, tapi untuk bekerja dengan caraku.
Aku pungut sisa-sisa yang tak dibutuhkan Ibu, dan aku jadikan itu harapan.
Bagi anakku. Bagi hidupku.
Aku tidak iri. Aku hanya ingin dihargai.
Karena dibalik pakaian kumal dan bau keringat ini, ada doa-doa yang tak pernah putus.Ada cinta yang tak terlihat.Dan ada hati yang tetap kuat meski dunia kerap menolak.
Jadi, Ibu Bos…Aku memang bukan pejabat.Tapi aku juga bukan pecundang.Aku hanyalah seorang pemulung yang mencoba bertahan, dengan harga diri yang masih kugenggam erat.