Harianmerdekapost. Com. Lumajang. Jawa Timur. Persoalan tambak udang PT Bumi Subur dengan masyarakat Lumajang Jawa Timur hingga saat ini belum juga tuntas dan diharapkan akan segera menemukan solusi yang solutif bagi kedua belah pihak.
Manager PT Bumi Subur dua di Dusun Meleman Desa Wotgalih Kecamatan Yosowilangun Kabupaten Lumajang Edi Purwoko ketika dikonfirmasi di ruang kerjanya Jumat 10/01, mengatakan, jika kemarin adanya unjuk rasa dari warga yang telah mempersoalkan posisi sungai yang ada di wilayah tambak karena dinilai sempit dan dangkal sehingga meminta managemen perusahaan agar melakukan normalisasi dan pihak managemen akan menyanggupi serta akan melakukan normalisasi sungai yang dinilai merugikan warga.
Pihak managemen akan melaksanakan keinginan warga dengan biaya dari pihak perusahaan sendiri dalam melakukan normalisasi akan tetapi untuk merealisasikan normalisasi tersebut masih menunggu surat petunjuk teknis dari PU SDA Propinsi Jatim agar tidak menyalahi aturan karena sungai yang akan dinormalisasi merupakan wewenang dari SDA Proponsi Jawa Timur
Pihak perusahaan juga akan memenuhi keinginan warga yang juga telah menyoal keberadaan Pipa Paralon yang ada di dasar sungai disekitar tambak udang karena dinilai mengganggu dan menjadi salah satu penyebab terjadinya pendangkalan, keberadaan Pipa tersebut akan dipindah dan dibenahi oleh perusahaan agar tidak mengganggu.
“Kita akan penuhi keinginan warga entah pipanya akan kita dalamkan atau kita naikan atau dipindah saja sesuai keinginan warga, selain juga akan menormalisasi kondisi sungai yang dinilai terjadi sendimen,”Katanya Sabtu (11/01/2025)
Ketika dikonfirmasi harianmerdekapost. Com, lebih lanjut mengenai Instalasi Pengolahan Limbah (Ipal) apakah sejauh ini masih difungsikan karena jika tidak maka berpotensi akan merusak lingkungan, pihak managemen mengaku Ipal tersebut bukan tidak berfungsi karena sejauh ini sudah difungsikan dengan baik, meskipun pada saat panen yang dikeluarkan air dari lahan tambak udang atau limbahnya merupakan air kandungan organik .
Edi juga menyampaikan sisa pakan yang dimasukan dalam outlet atau saluran yang menuju Ipal atau kondisinya jernih dan jika terlihat keruh hitam merupakan lumpur sisa budidaya, selain itu uji laboratorium secara berkala terhadap Ipal telah dilampaui sejauh ini oleh pihak perusahaan sebagai pembuktian kelayakan kepada Dinas Lingkungan Hidup Lumajang enam bulan sekali
“Meski jika dinilai kurang ideal namun kami sudah mendekati batas ambang mutu, jujur limbah ini limbah organik dan tidak ada kimia karena sisa budidaya seperti limbah sapi yang juga bermanfaat pada tanaman, Dalam limbah tambak Udang tidak adanya kandungan kimia dan kaporit hanya untuk menetralkan bakteri itupun tidak di buang kemudian di masukkan Bibit udang, ” Jelasnya
Lanjutnya , “Intinya kita budidaya ramah lingkungan masyarakat tidak perlu kawatir terkait kondisi lingkungan, dan kita tidak meremehkan masyarakat sejauh ini dan akan berupaya memenuhi kebutuhan yang diinginkan masyarakat secara teknis internal perusahaan dengan upaya menyempurnakan ketika adanya masukan, kritikan dari masyarakat sesuai kemampuan kami,”Jelasnya.
Sementara itu Ketua Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) Kecamatan Wotgalih Lumajang Ali Ridho ketika dikonfirmasi RRI di Rumahnya mengatakan pihaknya belum lama ini juga telah melaporkan hasil demo kemarin ke DPRD Lumajang jika warga Wotgalih Yosowilangun Lumajang menuntut terhadap perusahaan PT Bumi Subur untuk melakukan revitalisasi sungai atau mengembalikan posisi sungai sesuai bentuk semula yang kedua pengolahan IPAL 30 % dari luasan tambak dan ketiga akses warga ke laut.
Sejumlah wilayah pertanian milik warga yang terdampak akibat kondisi sungai disekitar tambak yakni pertanian pada wilayah Kunir, Darungan, Kraton dan warga Wotgalih itu sendiri, dengan luasan lahan ratusan hektar yang terbagi dari lahan perpajakan dan lahan pertanian milik pemerintah yang dikelola oleh petani.
Warga juga menuntut pembuangan limbah melalui proses Ipal yang benar harus dilakukan oleh perusahaan agar tidak merusak lingkungan dan ekosistem yang ada sehingga merugikan warga karena ipal ideal dan secara aturan 30 persen dari total luasan lahan yang ada dan kondisi perusahaan tersebut Ipal yang ada tidak ada satu persen dari total tambak selama ini perlu adanya kajian mendalam dan dihentikan jika menyalahi aturan.
“Perusahaan sebesar itu tidak adanya ipal sebelum tahun 2020, kemudian didemo tahun 2020 lalu setelah didemo telah dibuatkan ipal akan tetapi tidak dibuang melalui ipal dan produksi dihentikan oleh warga, Kami menuntut adanya revitalisasi terhadap kondisi sungai yang ada karena itu penyebabnya,”Tegasnya
Sejak keberadaan perusahaan tersebut ada sejumlah persoalan yang muncul selain berdampak pada pertanian juga pada para nelayan karena hasil tangkapan nelayan menurun drastis pasca adanya Tambak.
Ali Ridho juga menuntut Pemerintah agar adanya akses warga ke Pantai dikawasan tambak dan Pemerintah agar merealisasikanya karena sejauh ini warga merasa kesulitan jika akan menuju ke Pantai dibuktikan pada saat evakuasi korban dipantai sejumlah orang terperosok jatuh.
“Kemarin ketika adanya evakuasi korban tenggelam di laut adanya petugas jatuh kesungai dan akses sulit dilalui oleh masyarakat,”Tegasnya
Ali Ridho yang juga sebagai Ketua paguyuban Nelayan Wotgalih Lumajang mengatakan dulunya ketika kemarau sebelum adanya tambak para petani bisa melakukan cocok tanam tiga kali dalam setahun dengan tiga kali panen akan tetapi pasca adanya tambak para petani hanya panen satu kali.
“Dulu panen tiga kali setahun saat ini setahun satu kali dan dulu tidak adanya warga meninggal tenggelam disungai akan tetapi saat ini sudah beberapa kali warga tenggelam di sungai serta sungai tersebut saat ini banyak Buaya predatornya,”Pungkasnya (AN).