Penertiban PKL di Sumenep, Antara Taat Aturan atau Menghilangkan Pekerjaan

Penertiban PKL di Sumenep, Antara Taat Aturan atau Menghilangkan Pekerjaan
Tim gabungan yang terdiri dari DKUPP, Satpol PP dan beberapa OPD terkait saat melakukan penertiban PKL di area Rumdis Polres Desa Pabian, Kecamatan Kota Sumenep. (Foto : Istimewa)

Hariamerdekapost.com – Sumenep, Madura, Jawa Timur – Jalan Raya Pabian di jantung Kota Sumenep, kini tak lagi ramai seperti biasanya.

Jika dulu deretan lapak sederhana para pedagang kaki lima (PKL) menghiasi sisi jalan, kini tinggal jalan sunyi dengan debu yang beterbangan.

Hilangnya keriuhan para PKL bukan karena liburan, melainkan dipaksa angkat kaki oleh pemerintah daerah.

Akibatnya, mereka terlunta-lunta mencari nafkah demi menyambung hidup sanak keluarganya.

Sekilas, pemerintah sedang menaati peraturan daerah (perda). Namun, kebijakan itu membuat PKL yang puluhan tahun hidup dari lokasi itu harus menjerit.

Seperti yang dirasakan salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya, ia menceritakan, betapa berat hati menerima pil pahit lapaknya yang dibongkar.

“Kami bukan baru di sini. Sudah bertahun-tahun kami berdagang di Pabian. Tapi kenapa baru sekarang ditertibkan? Apa salah kami sampai harus diperlakukan seperti ini?” ujarnya dengan mata berkaca-kaca, Selasa (29/4/2025).

Ia kebingungan harus mengais rezeki dimana dan bagaimana, di saat sebelumnya penuh keringat merasakan untung-rugi dari hasil dagangannya di pinggir jalan.

“Coba bayangkan kalau tempat yang sudah bertahun-tahun menjadi sumber nafkah tiba-tiba diratakan. Gimana perasaannya? Kami juga manusia, punya keluarga yang harus diberi makan setiap hari,” lanjutnya.

Mirisnya, tawaran menempati area Pasar Kayu Pabian bukan menjadi obat penawar. Justru, menambah rasa sakit yang sulit disembuhkan.

Sebab, lokasi baru itu masih berantakan, banyak kayu berserakan, serta rawan banjir saat hujan.

“Kami diminta pindah ke pasar, tapi lihat saja sendiri keadaannya. Di musim hujan, air bisa menggenang sampai di atas mata kaki. Mana ada pembeli yang mau ke sana,” terangnya.

Di sisi lain, ia menilai penertiban itu tebang pilih, karena di titik zona merah lainnya justru dibiarkan.

See also  Wujudkan Sinergi Bersama Bidan Desa, Babinsa Karangbendo Pendampingan Monitoring Posyandu

“Kalau memang mau menegakkan aturan, ya harus adil. Jangan cuma kami yang ditertibkan, sedangkan yang lain dibiarkan. Kami merasa diperlakukan tidak adil,” ujarnya lagi.

Ia bersama PKL lainnya tak menolak aturan, namun hanya berharap mendapatkan ruang layak untuk bertahan hidup.

Di pikirannya, mestinya pemerintah tidak hanya memikirkan kecantikan ruang kota, tapi pentingnya memperlakukan rakyat secara manusiawi.

Sementara itu, Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (DKUPP) Sumenep, Moh. Ramli mengatakan, penertiban PKL sudah sesuai aturan, yang dalam amanatnya melarang adanya aktivitas PKL di zona merah itu.

“Jalan nasional, rumah sakit, markas TNI, tempat peribadatan merupakan sebagian dari contoh lokasi yang masuk zona merah yang tidak boleh ditempati berjualan,” jelasnya.

Ramli menjelaskan, penataan PKL diatur dalam sistem zonasi, yakni zona merah, zona kuning, dan zona hijau.

Zona merah adalah area terlarang untuk aktivitas PKL, sedangkan zona kuning merupakan wilayah yang masih memungkinkan untuk aktivitas berdagang dengan syarat tertentu, seperti pembatasan waktu operasional.

Salah satu contoh zona kuning adalah Jalan Diponegoro, di mana PKL hanya diperbolehkan berjualan dari pukul 16.00 hingga 22.00 WIB.

Contoh lain adalah Taman Bunga Sumenep yang secara regulasi masuk zona merah karena berada dekat dengan markas TNI dan tempat ibadah.

Namun, pada momen khusus seperti bulan Ramadan, pemerintah dapat memberikan izin khusus untuk kegiatan seperti bazar Ramadan, sehingga kawasan tersebut bersifat zona kuning dengan pengaturan terbatas.

Kemudian yang terakhir adalah zona hijau, zona dimana PKL bebas berjualan tanpa batas waktu operasional, seperti di Taman Taja Mara, Pasar Bangkal, dan Pasar Kayu Pabean.

Ramli berharap, setelah penertiban, para PKL mulai menempati area yang disediakan pemerintah, seperti di Pasar Anom, Pasar Bengkalis, atau Pasar Kayu.

See also  Mengesankan, Presiden Prabowo Subianto Mendatangi Yang Di Lantik Untuk Memberikan Selamat Satu Persatu

Jika area itu dianggap kurang strategis, Ramli menyebut pernyataan itu sekadar pandangan subjektif.

Bagaimana pun, kata Ramli, yang menentukan legalitas dan strategi penataan adalah pemerintah daerah, berdasarkan aturan yang berlaku.

“Kami paham bahwa dalam proses penataan ini mungkin ada pihak yang tidak puas atau tidak cocok dengan kebijakan yang diambil. Itu hal yang wajar, dan kami maklumi. Namun, demi keteraturan dan kepentingan bersama, penataan tetap harus dilakukan,” ujarnya.

Kepala Bidang Trantibumlinmas Satpol PP Sumenep, Fajar Santoso, menimpali, penertiban PKL merupakan amanat perda.

“Pembinaan PKL itu perda-nya ada di DKUPP, yang menentukan ditindak atau tidaknya itu DKUPP,” ujarnya.

Jadi, timnya hanya mengimbau, mengeksekusi, dan mengawasi pasca penetiban sesuai petunjuk dinas terkait.

“Apabila kita menemukan ada pelanggaran, kita hanya bisa melakukan koordinasi dengan dinas terkait sekaligus melakukan himbauan kepada yang bersangkutan,” tambahnya.

Menurutnya, Satpol PP kini tak banyak ruang gerak, seperti dulu. Sebab, perizinan sudah dikeluarkan masing-masing dinas.

“Seperti contoh, ada pembangunan warung secara permanen yang menyalahi aturan. Itu bukan kewenangan kami lagi, melainkan PUTR di bagian pengawasannya. Jadi kita tak bisa membongkarnya, kecuali dinas terkait meminta pendampingan,” katanya. (*\Nri)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *