Harianmerdekapost.com – Sumenep, Madura, Jawa Timur – Setelah bertahun-tahun menanti dalam ketidakpastian, ribuan tenaga non-ASN di Kabupaten Sumenep akhirnya bisa bernapas lega.
Pemerintah Kabupaten Sumenep resmi mengusulkan para pegawai non-ASN untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu, sebuah langkah monumental yang membawa secercah harapan baru bagi para abdi negara yang selama ini bekerja dalam bayang-bayang tanpa status hukum yang jelas.
Pengusulan ini dilakukan secara resmi oleh masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD), seperti Dinas Pendidikan yang mengusulkan tenaga guru, dan Dinas Kesehatan yang mengajukan tenaga medis, melalui koordinasi dengan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Sumenep.
Langkah ini disambut dengan penuh rasa syukur oleh para tenaga honorer yang telah mengabdikan diri selama belasan hingga puluhan tahun. Di antaranya adalah Rini Antika (36), seorang tenaga kesehatan di Puskesmas Batu Putih, yang telah mengabdi sejak 2009.
“Rasanya seperti mimpi. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya ada kejelasan. Saya benar-benar terharu. Ini bukan hanya soal status, tapi soal pengakuan atas pengabdian kami selama ini,” ujar Rini dengan suara bergetar.
Rini menyebut, menjadi PPPK paruh waktu bukan akhir, tapi awal dari perjalanan panjang menuju kepastian dan kesejahteraan. Status tersebut menurutnya adalah gerbang awal menuju PPPK penuh waktu yang lebih menjanjikan di masa depan.
“Yang penting kami masuk dulu ke jalur PPPK. Karena kalau sekarang tidak diakomodasi, kami akan tertinggal. Pemerintah pusat sudah menyatakan bahwa pada 2026 tidak akan ada lagi tenaga sukarelawan — hanya ASN, PNS, dan PPPK yang diakui secara resmi,” jelasnya.
Meski menyadari bahwa kebijakan ini bukan hal mudah, terutama dari sisi fiskal daerah, Rini dan rekan-rekannya menilai keputusan Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo sebagai langkah berani dan berpihak pada rakyat kecil.
“Ini keputusan besar. Dampaknya pasti terasa di anggaran daerah. Tapi Pak Bupati berpihak kepada kami yang selama ini tak punya suara. Kami sangat menghargainya,” ungkap Rini.
Ia pun menceritakan bahwa tidak sedikit tenaga honorer yang telah mengabdi selama lebih dari 20 tahun, bahkan ada yang kini berusia di atas 50 tahun. Selama ini mereka terus bekerja tanpa kepastian, hanya berharap bahwa suatu hari pemerintah akan membuka jalan.
“Bayangkan, puluhan tahun mengabdi tanpa status. Dan hari ini, akhirnya pintu itu terbuka. Bagi kami, ini lebih dari cukup untuk kembali berharap,” tuturnya. (*)