Gadis Cenderawasih Dok Sembilan Kali Bukan Gadis Biasa.

Penulis : Amatus.Rahakbauw.K Kamis 24 Oktober 2024

Arikel, Nasional102 Views

Namanya Lainah, seorang putri Papua yang lahir dan besar di pesisir Dok Sembilan, Jayapura. Ayahnya adalah nelayan tangguh, sementara ibunya rajin mengomel kain noken yang indah. Sejak kecil, Lainah akrab dengan laut dan angin yang berhembus dari Teluk Youtefa. Ia sering berlari di tepi pantai, menyaksikan burung cenderawasih yang melintas di langit biru, terbang bebas dengan kontes yang membuat jantung melambung.

Di kampungnya, Lainah dikenal sebagai gadis yang cerdas dan penuh mimpi. Ia sering bercerita pada teman-temannya tentang mimpi menjelajah luar Papua, belajar banyak hal, dan suatu hari kembali untuk membangun kampung halamannya. Namun, mimpinya seringkali ditanggapi dengan canda oleh teman-temannya yang menganggap kehidupan di kampung sudah cukup sempurna.

“Lainah, kau terlalu banyak bermimpi. Di sini, kita sudah punya segalanya,” kata Timo, teman masa kecilnya, sambil tertawa. Tapi Lainah tak pernah menyerah. Baginya, Dok Sembilan adalah rumah, namun di luar sana ada dunia yang lebih luas, penuh kesempatan yang harus ia raih.

Suatu hari, seorang guru dari kota besar datang ke sekolah mereka. Namanya Pak Andreas, dan ia membuka mata Lainah tentang betapa pentingnya pendidikan. “Dengan ilmu pengetahuan, kamu bisa kembali dan menjadikan kampungmu lebih maju,” ucap Pak Andreas suatu hari saat mereka berbincang di tepi pantai.

Kata-kata itu seperti angin yang menggerakkan sayap Lainah. Ia memutuskan untuk berjuang keras, meski banyak yang meremehkannya. Ia belajar dengan tekun, tak peduli siang atau malam, berharap suatu hari ia bisa terbang tinggi seperti cenderawasih yang selalu ia kagumi.

Tahun berganti, dan kesempatan itu pun datang. Lainah berhasil mendapatkan beasiswa untuk belajar di universitas di luar Papua. Ia pergi dengan penuh haru, meninggalkan keluarganya, kampung halamannya, dan kenangan di Dok Sembilan. Namun, hatinya selalu tertambat di tempat itu, di laut yang selalu menyapanya dengan riak-riak lembut, dan burung cenderawasih yang selalu menari di langit biru.

See also  Penolakan Transmigrasi Ke Tanah Papua.

Di kota besar, Lainah membahas banyak tantangan. Rasa rindu akan kampung halamannya sering kali membuatnya terpuruk. Tapi setiap kali dia merasa lelah, dia akan mengingat kembali cenderawasih yang dia kagumi. “Mereka terbang tinggi melawan angin, dan begitu juga aku,” pikirnya.

Bertahun-tahun kemudian, Lainah kembali ke Dok Sembilan. Ia bukan lagi gadis kecil yang dulu berlari-lari di pantai. Kini ia seorang sarjana, siap membangun kampungnya. Ia mendirikan sekolah, membantu para nelayan dengan teknologi modern, dan memberikan pelatihan kepada para wanita tentang cara membuat kerajinan tangan yang bisa dipasarkan ke luar.

Lainah menjadi simbol harapan bagi anak-anak di Dok Sembilan. Mereka melihatnya seperti cenderawasih, yang terbang tinggi namun selalu kembali ke tempat asalnya. Baginya, terbang jauh bukanlah untuk melupakan, tetapi untuk kembali dengan membawa sesuatu yang lebih baik.

Di senja yang indah, di tepi pantai Dok Sembilan, Lainah memandang cenderawasih yang terbang di langit. Kali ini, ia tak hanya mengagumi mereka. Ia tahu, dirinya juga seperti mereka—terbang tinggi untuk kemudian kembali, membawa harapan baru untuk kampung tercintanya.(ARK)

 

Editor : Amatus.Rahakbauw.K

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *