Ketua Komite Sekolah Angkat Bicara Soal Pungutan di SMKN Tempursari

Harianmerdekapost.com, | Lumajang  Jatim – Perihal dugaan pungli di lingkungan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri ( SMKN ) Tempursari Lumajang, Sutaji Ketua Komite Sekolah lantang menyampaikan, jika sebagian dari hasil pungutan diperuntukkan untuk kesejahteraan guru sukwan / membayar guru sukwan.

Hal itu ia sampaikan, saat dikonfirmasi awak media, Jum’at (9/6/2023) petang kemarin, melalui saluran seluler.

Ditanya ada berapa jumlah guru sukwan di SMKN Tempursari, Sutaji menjawab banyak. Bahkan menurutnya, sekolah memang diperbolehkan menarik dana partisipasi sebesar Rp. 50 ribu. Di SMKN Tempursari, semula kata dia angka tersebut dibagi dua yakni Rp. 25 ribu untuk bayar guru sukwan dan sisanya untuk pembangunan masjid.

Selebihnya diakui, angka Rp. 50 ribu merupakan rincian awal. Dirasa tidak mencukupi, kata Sutaji kemudian berubah menjadi Rp. 200 ribu dan bisa diangsur ( tidak harus dibayar sekaligus ).

“Yang lima puluh ribu itu, keputusannya yang dua puluh lima ribu untuk kesejahteraan guru sukwan ya, dan yang dua puluh lima ribu untuk masjid. Nah, setelah dihitung – hitung dua puluh lima ribu untuk masjid, tidak jalan pak. Akhirnya saya dimintai pendapat oleh wali murid, untuk dikumpulkan lagi,” kata Sutaji.

Pasca dikumpulkan lagi ( wali murid ), sebut Sutaji lalu siap membayar Rp. 200 ribu. Pembayaran diangka itu ( 200-red ) berlaku pada semua wali murid.

“Dua ratus itu cuma sekali pak !!!, pembayarannya terserah, apa lima puluh dulu, apa seratus dulu, apakah ketika menerima raport langsung seratus, gitu lo pak,” imbuhnya dengan nada tinggi.

“Juga kemarin, untuk operasional mengantarkan duta yang karate ke Bandung itu. Itu kan tidak ada dari sekolah, dimana pun harus dari komite. Apa saya salah kalau dia yang minta dari komite. Kalau saya diam, nanti saya yang kena uring – uring ( marah ) dari wali murid,” imbuhhya memaparkan.

See also  Babinsa Pasrujambe, Turut Hadir Amankan Pawai Hari Santri di Wilayah 

Ujar dia, alasan boleh diangsur mendasari situasi di Tempursari berbeda. Menurutnya, masyarakatnya bukan masyarakat industri.

“Panenan juga tidak begitu baik. Dan yang punya sawah itu bukan orang tuanya anak – anak. Paling ya orang tuanya anak – anak itu buruh tani pak. Jadi saya sudah bisa memahami kondisi ini,” ujarnya.

Dilain sisi, pembayaran tersebut menuai kontroversi. Terbukti dalam realisasinya, turut diakui oleh Sutaji jika pembayaran dari wali murid, tak semulus / selancar yang direncanakan.

Bahkan sebut Sutaji, wali murid tidak stabil, konsisten. Sehingga, pembangunan masjid di lingkungan SMKN Tempursari, saat ini diberhentikan sementara.

Diwaktu yang sama, Ainun Huda Kepala Sekolah SMKN Tempursari ketika juga hendak dikonfirmasi perihal yang sama, menyikapi penyampaian Sutaji, melalui handphonenya tak terhubung.

Melansir Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 75 tahun 2016 tentang komite sekolah, Pasal 10 :

(1) Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan.

(2) Penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.

Terlebih, dikutip dari laman kemendikbud.go.id, Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi, Chatarina Muliana Girsang menegaskan, ketika sumbangan itu diberlakukan untuk seluruh orang tua, itu jatuhnya jadi pungutan. Dalam menentukan pungutan pun, sekolah harus melihat kemampuan ekonomi orang tua siswa. (tim)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

1 comment