Si Gila

Arikel, Daerah1209 Views

Kehadiran orang gila membuat anak-anak ketakutan di saat ada orang gila lewat, mata balita ikut melotot menatapnya. Orang-orang yang sedang ngobrol asyik di poskamling tiba-tiba menyingkir dengan sorot mata mendelik penuh curiga kepada si gila.

Bahkan merekapun ketakutan disaat menatap orang gila itu justru ia syukuri. Berkat demikian, ia merasa dirinya melebihi presiden. Jalannya bagai tol bebas hambatan. Presiden saja perlu dikawal untuk membuka jalan, sementara si gila, setiap orang yang bertemu dengannya pasti menghindar.

Setiap aku lewat, anak-anak kecil yang sebelumnya ramai bermain sepakbola di pinggir jalan seketika itu pun bubar lari kocar-kacir.

Perilaku manusia yang juga disorot dalam cerita ini adalah di saat si gila mengacungkan jari tengahnya ke arah pengusa kaya, lalu ia ditempeleng keras pipinya oleh pengusaha besar itu hingga jatuh tersungkur. Dengan serentak, orang-orang pun mengerumuni dan bertepuk tangan, menyemangati pengusaha besar dan menyemburkan sumpah serapah.

Selanjutnya, efek tempelengan itu membuat perut si gila jadi sangat lapar. Ia pun agak sempoyongan berjalan ke arah bak sampah di belakang pasar. Sampai di sana ia kedahuluan anjing buduk pincang. Namun, sadar ada si gila datang, anjing itu berhenti mengendus-endus, ia mundur beberapa langkah, lalu diam dan mengerjap-kerjap seolah memberi tempat buat si gila untuk mengais sampah.

Seketika itu saya tertegun. “Anjing saja tahu bagaimana hidup berbagi dengan manusia,” batinku.

Menanggapi kritikan tersebut, sepatutnya kita sadar dan instropeksi diri, bukan marah atau pun mencak-mencak hendak mencelakainya. Dengan begitu, kita telah diingatkan untuk selalu berproses menjadi manusia baik yang menebar kebaikan.

Penulis  :  Amatus Rahakbauw/Kelanit.