Pemkab Mimika Adakan Seminar Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah, Angkat Nilai Budaya Lokal

Berita, Budaya, Daerah653 Views

Harianmerdekapost.com.,MIMIKA – Menyadari pentingnya budaya dalam kehidupan sehari-hari dan untuk mengangkat nilai-nilai kebudayaan lokal, maka Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika, Provinsi Papua Tengah, melalui Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) mengadakan Seminar Awal Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) dalam kegiatan pengelolaan kebudayaan yang masyarakat pelakunya dalam daerah kabupaten/kota tahun 2023 berita ini dilansir dari mimikakab.go.id, Rabu (09/08/2023) di Timika.

Dibuka oleh Staf Ahli Bupati Bidang Hukum, Politik dan Pemerintahan, Septinus Timang, S.Sos., M.H., kegiatan dihadiri tokoh masyarakat pemerhati budaya lokal dari dua suku besar asli Mimika yakni suku Amungme dan Kamoro, Lembaga Musyawarah Adat Suku Amungme (Lemasa), Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko), Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dan PT. Freeport Indonesia.

Sesuai laporan panitia, Yerna Bintan Kate, mengatakan, seminar awal bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai kekayaan budaya lokal daerah. Juga untuk menjaring gambaran keadaan terkini tentang obyek pemajuan kebudayaan dintingkat paling dasar, yang sehari-hari berlangsung dalam masyarakat, untuk dituangkan dalam dokumen PPKD.

“Dokumen PPKD menjadi landasan pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan strategis bidang kebudayaan, yang bertujuan untuk peningkatan ketahanan budaya,” jelasnya.

Untuk itu, ia mengajak semua elemen untuk bersatu, bersaudara, membangun sektor kebudayaan, dengan aman, damai dan sejahtera, menuju masyarakat Papua yang maju, mandiri dan sejahtera.

Selanjutnya, Staf Ahli Bupati Bidang Hukum, Politik dan Pemerintahan, menyampaikan sambutan Pj. Bupati Mimika, menyebutkan bahwa keberagaman kebudayaan daerah merupakan kekayaan dan identitas bangsa, yang sangat diperlukan untuk memajukan kebudayaan nasional.

“Untuk itu diperlukan langkah strategis berupa upaya pemajuan kebudayaan melalui perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, berdikari secara ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan,” ujarnya.

Melaksanakan mandat pemajuan kebudayaan, yang diamanatkan pada pasal 8 UU Pemajuan Kebudayaan, pemerintah daerah wajib menyusun dokumen perencanaan pemajuan kebudayaan, berupa Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD), yang dirangkum dalam dokumen strategis kebudayaan dan rencana induk pemajuan kebudayaan oleh pemerintah pusat.

“PPKD merupakan langkah kebijakan pembangunan kebudayaan di pusat maupun daerah, yang mengacu pada kondisi faktual, agar menghasilkan kebijakan yang tepat dan strategis, guna mewujudkan pemajuan kebudayaan seutuhnya,” tuturnya.

Septinus menekankan, PPKD harua melibatkan partisipasi aktif publik melalui para ahli kebudayaan.

“Dokumen PPKD memuat inventarisasi masalah kebudayaan, sehingga benar-benar menunjukkan kebutuhan masyarakat di bidang kebudayaan,” tegasnya.

Menurutnya, dengan adanya dokumen PPKD, pemerintah daerah, provinsi dan pusat akan memiliki rencana kerja yang berdasarkan pada data dan fakta lapangan, sehingga proses implementasi pemajuan kebudayaan yang dilaksanakan dapat terukur dengan jelas dan memiliki capaian yang jelas.

“Kita sadar bahwa tanpa bantuan masyarakat tentu kita tidak bisa berbuat banyak untuk membangun daerah dan melestarikan budaya lokal. Kebersamaan sangatlah penting, agar kita dapat membangun daerah lebih baik dan lebih maju,” pungkasnya mengakhiri sambutan.

Kemudian, Kepala Disparbudpora, Jacob Jantje Toisuta, S.E., memberikan penjelasan, semua masukan yang disampaikan, akan dibuatkan dalam bentuk dokumen.

“Pada seminar awal penyusunan PPKD ini kita libatkan suku Kamoro dan Amungme agar dapat memberikan masukan, permasalahan kebudayaan apa yang sedang dihadapi sekarang ini dan yang akan datang,” paparnya.

Ia menerangkan bahwa ini masih seminar awal, dimana tim menginventarisir masalah dengan turun lapangan dan dalam seminar ini akan didata permasalahan yang dihadapi oleh dua suku asli Mimika agar diperoleh satu persepsi.

“Nanti setelah seminar ini, hasilnya akan dibawa ke pusat untuk diterbitkan SK dan kemudian di-Perdakan sebagai acuan dan pedoman untuk setiap penyelenggaraan kegiatan budaya,” tandasnya.

Kegiatan ini juga menjadi jawaban atas Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) Kabupaten Mimika di bidang kebudayaan yang selama ini belum ada.

Pada kesempatan tersebut diberikan pemaparan materi oleh narasumber, yaitu Deay Polla Usmany, S.S., M.Si., Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Provinsi Papua.

Ia menjelaskan bahwa Pemkab Mimika bisa mengusulkan adanya cagar budaya. Seperti Kokonao, kota tua pusat Injil, bisa ditetapkan oleh Bupati Mimika sebagai pusat edukasi dan budaya, yang nantinya didukung adanya sarana transportasi air ke Kokonao sebagai destinasi cagar budaya di Mimika.

Di sesi kedua, dua narasumber yakni Menuel John Magal, ketua Lemasa serta dari Lemasko, menerangkan mengenai kebudayaan masing-masing suku. Setelahnya dibentuk dua kelompok diskusi dari Suku Kamoro dan Amungme guna menginventarisir permasalahan kebudayaan yang dihadapi.

Pada penutupan kegiatan, Staf Ahli Bupati Bidang Hukum, Politik dan Pemerintahan menyimpulkan beberapa permasalahan kebudayaan yang dihadapi, diantaranya belum ada museum budaya, serta perlu ada UPTD Kebudayaan untuk mengelola museum. Juga belum ada festival budaya rutin dan keharusan budaya masuk dalam muatan lokal yang diajarkan di sekolah. Selain itu, perlu ada SMK budaya dan Perda yang mengatur hal-hal terkait budaya hanya dilakukan oleh Orang Asli Papua (OAP) seperti penjualan noken. (Amatus Rahakbauw/Kelanit).