Di sebuah desa kecil di ujung dunia, dalam keheningan malam, sebuah keajaiban terjadi. Bukan di istana megah dengan lampu-lampu berkilauan, bukan pula di ranjang empuk yang melambangkan kemewahan. Sang Raja semesta, Yesus Kristus, memilih hadir di kandang sederhana—tempat ternak tinggal dan aroma jerami memenuhi udara.
Para gembala yang rendah hati adalah saksi pertama keajaiban ini. Malaikat mendatangi mereka di padang, menyampaikan kabar sukacita: “Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan.” Mereka tak membawa hadiah mewah, hanya hati penuh kekaguman dan pujian: “Gloria in Excelsis Deo!”
Bayangkan, Sang Raja memilih datang tanpa kemegahan duniawi. Bukankah itu sebuah teguran bagi hati yang angkuh? Kita yang sering mengukur nilai hidup dari materi dan gengsi diajak untuk merenung. Apa arti kekuasaan tanpa kasih? Apa guna kekayaan tanpa kerendahan hati?
Yesus lahir di kandang untuk mengingatkan bahwa kemuliaan sejati bukanlah milik istana megah, melainkan milik hati yang terbuka bagi Tuhan.
Seperti burung cenderawasih yang menari memuliakan penciptanya, biarlah setiap manusia menyambut kedatangan-Nya dengan pujian. Bukan karena keagungan duniawi, tetapi karena kasih yang melampaui segalanya.
Pesan:
Kadang, dalam kerendahan dan kesederhanaan, kita menemukan kemuliaan sejati. Jangan biarkan keangkuhan menutupi mata hati kita untuk melihat keajaiban Tuhan yang hadir dalam hal-hal sederhana.(ARK)
Editor : Amatus.Rahakbauw. K
—