Bagaimana Rasa Durian Cinta?

Arikel985 Views

Aku dan dia teringat, tenggelam dalam perasaan masing-masing yang rawan, cemas karena tak akan ada lagi rasa puas usai bercinta yang ditutup dengan makan durian bersama.

di suatu sore akhir Juli yang temaram sepasang kekasih saling ngebut ngebutan menuju arah Pasar , di kawasan pusat kota. Sepanjang jalan mereka tampak begitu bahagia membayangkan daging durian yang lezat.

Tapi kemudian wanita itu menampar pundak lelakinya.
“Abang kok buru-buru sekali?”
“Kuatir kita tak kebagian lagi?”
“Abang ni lebai …., masih banyak bah di pasar.”
“Hanya kuatir di musim durian terakhir.”
“Kok bisa?”

Aku teringat kata-kata Seno sepasang kekasih memang tidak usah selalu bertemu, selalu berciuman, dan selalu bergumul untuk mempersatukan diri mereka.Untuk keduanya, bau durian juga bisa membuat sepasang kekasih saling berpikir dan merindu, menghadirkan getaran cinta yang mencakupi partikel udara, meluncur dan melaju menuju tujuan yang sama dalam denyutan alam semesta.

Mereka masih saling bicara saat tiba di tujuan. Angin katulistiwa yang meniupkan lembut, menerbangkan bau durian bercampur asap knalpot motor sepanjang jalan.

Sejak membaca berita di sebuah koran, dia menjadi kurang bergairah. Tapi pengunduhan ia mengerti kalau cinta tidak melulu harus diselesaikan di penyelesaiannya.

Memang bukanlah durian yang mempertemukan mereka dulu, melainkan sebuah pantai di suatu malam. Tetapi sejak menjadi sepasang kekasih, tanpa ragu-ragu mereka berdua mengakui hobi masing-masing. Ya, keduanya sama-sama doyan durian.

Dia tak bisa membayangkan, hidup seperti apa yang ia dan dia serta anak cucunya jalani bila durian benar-benar punah dari pulau ini kelak.

Tentu saja orang bisa mengimpor durian, tapi pastilah akan sangat mahal dan tak bisa ditemukan dengan mudah di pinggir jalan. Takan lagi ada durian yang baunya tajam, durian Sehak yang rasanya pedas. Oh, langkah sepinya kota, jika tak ada lagi aroma durian yang menyengat, tak ada lagi truk-truk pengangkut durian dari kampung-kampung halaman, bahkan gunung paling terpencil di kampung-kampung.

Oh, entah cinta macam apa yang akan mereka dan juga pasangan kekasih pasangan lainnya di kota ini – jalani kelak, setelah durian tiada, padahal mereka sangat menginginkannya, terutama setiap kali usai bercinta kelak.

“Bang…”
“Hmmm..,”
“ Bagaimana rasa durian di musim ini ?”

Keduanya kembali diam. Hanya kecipak mulutnya dan dia yang sedang sibuk melumat durian. Dua buah ludes dengan cepat. Alangkah anehnya berpacaran sambil makan durian dan bercakap-cakap tentang masa depan yang dibayang-bayangi betapa indah dan bahagia sekali.

Yang wanita minta tambah lagi. Ia tersenyum dengan sisa durian di sudut intimnya. Pedagang yang tadinya kurang peduli, lekas-lekas menyodorkan Durian gerak bumi sebesar kelapa. Durian yang istimewa katanya. Durinya yang coklat runcing kekuning-kuningan masih tampak sangat gagah. Masih ada bekas tanah dan sisa daun tipis terselip di antara sela duri. Seorang bocah mungkin berhasil memposting tergolek di rumputan, lalu menjualnya kepada pembeli itu untuk biaya masuk sekolah. Baunya tajam menusuk saraf. Membangkitkan selera paling kuno mengungkapkan kekasih yang sedang mabuk kepaiyan.

Makan durian juga konon bisa meningkatkan stamina kejantanan. Itu konon, tetapi sebaliknya ia dan dia selalu menggebu-gebu bercinta, setiap kali mengingat durian.

Durian yang ini pasti asli masak di pohon sebelum jatuh ke tanah
“Ini durian Gerak Bumi), bang?”

Ia dan dia sudah sangat berpengalaman memilih buah durian. Sejak bertahun-tahun sebelum menjadi kekasih, mereka memang sudah terbiasa memilih durian. Durian Gerak Bumi memang punya pamor lebih di pasaran. Padahal ada juga durian ,yang lain , durian ini, durian itu, yang diberi nama berdasarkan tempat asal durian tersebut.

Tak lama kemudian mereka terlibat diskusi lagi. Aku dan Penjual durian pasang kuping lagi.