Harianmerdekapost.com, Sleman DIY – Gaya hidup Kepala Daerah yang hedonisme dalam fasilitas rumah dinas kembali jadi sorotan. Setelah heboh pembangunan kolam renang Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, kini rumah dinas Bupati Sleman, DIY Kustini Sri Purnomo juga turut jadi polemik. Pasalnya, dalam proyek pemeliharaan senilai Rp 2,45 miliar tersebut Bupati Kustini telah membangun kolam renang mewah.
Bupati Kustini seharusnya memprioritaskan anggaran untuk kepentingan umum, dibanding kepentingan pribadi. Sekalipun itu terkait hak yang melekat pada jabatannya.
Bahkan saat dikonfirmasi terkait pembangunan kolam renang mewah tersebut, Kustini enggan memberikan penjelasan, dan mengarahkan agar bertanya langsung dengan Kepala Bagian Pembangunan Rumah Dinas.
“Kalau soal kolam renang silakan tanyakan saja ke Kabag Pembangunan ya, saya tidak tahu itu,” kata Kustini saat ditanya usai menghadiri Acara Hari Peduli Sampah Nasional di Tlogo Putri – Kaliurang, Jumat (10/3/2023).
Dikutip dari situs LPSE Pemkab Sleman, Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Kawasan Sleman sudah melelang proyek pemeliharaan rumah dinas Bupati dengan pagu paket senilai Rp 2,4 miliar (Rp 2.455.500.356,-). Lelang proyek ini sudah selesai di tahun 2022 dengan kategori konstruksi.
Sementara, Kabag Administrasi Pembangun, Fitri mengatakan, pekerjaan dan pelaksanaannya proyek pemeliharaan rumah dinas tersebut dilakukan di tahun 2022 dimana dirinya belum menjabat. Sehingga, Fitri mengaku tidak mengetahui detil terkait proyek tersebut.
“Kebetulan saya mulai diarahkan di sini (Kabag Pembangunan) pada Febreuari 2023, yang mana saat itu Kabag Pembangunan yang lama Ibu Elli Widiastuti, yang sekarang menjadi Sekretaris pada Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), mungkin kalau konfirmasi secara detail soal pekerjaan itu bisa langsung ke Kabag yang lama (ibu Elly) karena pekerjaan tersebut sudah selesai saya baru masuk di Kabag Pembangunan,” kata Fitri.
Fitri mengatakan, di dalam kedudukan seorang Kepala Daerah itu memang mendapatkan fasilitas untuk kebugaran seperti Treadmill. Namun kenapa kolam renang menjadi pilihannya dirinya merasa tidak tahu menahu.
“ujuannya seperti itu, jadi memang ada sih dan kenapa ada kolam renang dalam pemeliharaan Rumah Dinas tersebut. Dan soal itu memang ada fasilitasnya untuk Kepala Daerah yang istilahnya untuk kebugaran Kepala Daerah, cuman pilihannya saya kurang tahu kenapa kolam renang. Prosesnya pun saya tidak tahu atas pilihan tersebut,” ungkapnya.
Bahkan, untuk penggunaan kolam renang sendiripun Fitri juga tidak tahu karena belum melihat secara langsung. Sehingga terkait melanggar aturan atau tidak dirinya juga tidak mengerti.
“Mungkin bisa jadi itu kesalahan penempatan rekening pembangunan kolam renang, artinya Pemeliharaan tapi pelaksanaannya Pembangunan. Karena Pembangunan dan Pemeliharaan memiliki rekening sendiri-sendiri. Sedangkan itu satu paket pekerjaan tapi kalau ada pembangunan masuk dalam Anggaran Pemeliharaan kemungkinan salah penempatan kode rekeningnya,” kata Fitri.
“Itu hanya kesalahan Adminitratif. Dan selama itu bisa dijelaskan dan tidak ada kerugian negara sebenarnya itu hanya koreksi Adminitratif,” imbuhnya.
Hingga berita ini diturunkan, Sekretaris BKAD Elly Widiastuti belum bisa dikonfirmasi meski sudah dihubungi via telepon dan enggan ditemui di kantornya.
Elli sendiri baru saja menempati posisi jabatan Sekretaris BKAD baru. Jabatan ini sempat viral karena kontroversi saat pejabat lamanya, Abu Bakar yang tiba-tiba dimutasi sebagai Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Pemkab Sleman.
Proses mutasi jebolan STPDN Jatinangor angkatan 93, Undip 98 dan Magister UGM itu sempat dipertanyakan. Bahkan, posisi Sekretaris BKAD disebut-sebut sebagai reward atas goalnya pembangunan kolam renang.
Apa perbedaan kolam renang Ridwan Kamil dengan Kustini? Terletak pada lelang proyek dan peruntukannya. Bila dalam pembangunan kolam renang Ridwan Kamil judul proyeknya Revitalisasi, sedangkan proyek pembangunan kolam renang Bupati Sleman berjudul Pemeliharaan.
Berbeda dengan Revitalisasi, dalam aturan proyek lelang Pemeliharaan, tidak disebutkan atau diperbolehkan adanya pembangunan fasiltas baru, termasuk kolam renang. Ditambah, kondisi kesehatan Bupati Sleman Kustini tidak dalam kondisi harus menjalani terapi olahraga renang seperti halnya alasan yang digunakan Ridwan.
Begitu juga dalam Peraturan Bupati No 13 Tahun 2011, dalam Pasal 3 disebutkan, rumah dinas dapat dilengkapi dengan sarana pendopo dan ruang pertemuan, pendopo dan ruang pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipergunakan untuk acara kenegaraan, acara kegiatan keagamaan, kebudayaan, dan kesenian, acara peringatan hari besar, dan acara yang mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan.
Proyek tersebut dianggap telah menyakiti hati warga Sleman dan hanya untuk menyalurkan gaya hidup hedon sang Bupati. Pasalnya, pembangunan fasilitas kolam renang ini dianggap tidak penting dibanding kondisi masyarakat Sleman yang tengah berjuang memulihkan perekonomian pasca pandemi Covid-19.
Terlebih, di rumah dinas Bupati, sudah lebih dari kata mencukupi untuk tinggal seorang Bupati dan keluarganya.
Pembangunan yang tidak perlu ini sangat kontradiktif dibandingkan pemukiman masyarakat di Sleman yang masih banyak yang tidak layak, bahkan tidak memiliki tempat tinggal.
Untuk program 2021, terdata ada RTLH yang belum tertangani sejumlah 12.944 unit yang terdiri dari 9.441 unit untuk peningkatan kualitas RTLH dan 3.553 unit pembangunan baru.
Sementara pembangunan kolam renang mewah itu, disinyalir untuk kepuasan dan menyalurkan gaya hidup keluarga Bupati dengan memanfaatkan anggaran dan fasilitas pemerintah.
Gaya hidup pemimpin daerah yang membangun fasilitas mewah di rumah dinas ini mendapat kritikan dari Ketua Umum Badan Pemantau Kebijakan Publik (BPKP), A. Tarmizi. Dia menilai, sebagai seorang pemimpin daerah, seyogyannya sebelum memutuskan untuk membangun beberapa fasilitas baik kolam ikan, kolam renang dan ruang kebugaran lainnya dikaji serta dipertimbangkan secara matang bagaimana dampak dari pembangunan tersebut terutama sentimen rakyat.
“Karena pembangunan fasilitas tersebut menelan anggaran yang tidak sedikit, dapat saya katakan seorang pemimpin daerah seperti itu tidak memiliki sense of crisis dan kepekaan terhadap segala permasalahan serta ketimpangan sosial yang sedang terjadi dan dialami oleh rakyat yang dipimpinnya terutama masalah himpitan ekonomi,” tuturnya.
Dia menambahkan, seharusnya sebagai kepala daerah (pemimpin) bisa meneladani dan mencontoh seorang Jokowi, baik kesederhanaan serta jauh dari gaya hidup glamor.
“Padahal beliau seorang Presiden, tapi tidak pernah menunjukkan sedikitpun gaya hidup glamor,” pungkasnya.
Tanggapan juga datang dari Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mengenai polemik pembangunan kolam renang di rumah dinas. Menurutnya, pembangunan kolam renang tersebut tidak masalah selama masuk ke dalam perencanaan.
“Kalau direncanakan, tidak ada masalah. (Tapi kalau) tiba-tiba muncul, itu yang kontraproduktif dengan rekomendasi KPK,” kata Saut.
Saut menuturkan, sebuah proyek sah-sah saja jika dikerjakan selama tercantum dalam APBD dan telah direncanakan melalui mekanisme e-planning dan e-budgeting.
“Makanya kan ada e-planning dan e-budgeting. Jangan sampai di luar itu tiba-tiba muncul bangun atau fasilitas baru,” terang Saut.
Oleh karena itu, Saut menyebut DPRD Sleman juga harus mengetahui apakah proyek tersebut sudah sesuai dengan anggaran dan perencanaan atau tidak. Hal ini agar tidak menyalahi aturan.
“Saya mengatakan prosesnya. Prosesnya di DPRD seperti apa? Itu kan uang negara toh? Setiap uang negara harus jelas pengeluarannya,” pungkasnya.
( IP , IINVESTIGATION NASIIONAL.EENG )