Surabaya, harianmerdekapost.com-Baru-baru ini beredar dua berita yang viral di sekitar peringatan 1 Muharram 1442H. Pertama, sebuah adegan kekerasan dipertontonkan oleh anasir sebuah ormas berpengaruh di Rembang, Pasuruan. Seorang kyai sebuah pondok pesantren diancam oleh seorang pemuda yang berlagak sebagai polisi mengancam sang Kyai bisa menduduki lalu membubarkan pondok itu karena telah mengajarkan sebuah ajaran ormas lain yang dituduh sebagai organisasi terlarang.
Kedua, juga beredar pernyataan asisten seorang ahli sejarah, Prof. Peter Carey yang membantah adanya bukti dokumenter yang menyatakan adanya hubungan antara khilafah Turki Usmani dengan kesultanan Nusantara. Bantahan ini muncul setelah pemutaran film dokumenter Jejak Khilafah Di Nusantara dalam peringatan 1 Muharram 1442H. Peter Carey yg disebut-sebut dalam film itu sebagaimana dikatakan asistennya merasa dicatut namanya.
Peristiwa pertama jelas atraksi kesombongan yang timbul dari kebodohan yang derajadnya telah mengejutkan saya. Tidak ada yang lebih bodoh dari atraksi tersebut. Peristiwa kedua adalah bukti baru bahwa *sejarah Nusantara ditulis oleh para penulis Barat dengan semangat deislamisasi* seperti yang dikatakan prof. Ahmad Mansur Suryanegara.
Sejak awal, penyebaran Islam yang begitu cepat dilakukan melalui seruan untuk berIslam bagi banyak pusat-pusat kekuasaan yang tersebar sejak Maroko di ujung Barat Afrika hingga Merauke di ujung Timur Nusantara. Adopsi besar bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu adalah fakta bahasa yang tak terbantahkan. *Mustahil membuat narasi Nusantara tanpa menyebut pengaruh Islam di bentang alam kepulauan seluas Eropa ini*.
Peter Carey sebagai ahli Diponogoro mungkin sudah tahu betapa pasukan berkuda Diponegoro disusun dan dinamai dengan mengikuti model pasukan Turki Usmani. Memang kesultanan Mataram Islam mungkin bukan vassal pilihan khilafah Turki Usmani dengan dukungan dokumen Surat Keputusan resmi, tapi mengatakan bahwa tidak ada bukti dokumenter hubungan khilafah dengan kesultanan Nusantara adalah pernyataan anak sekolah.
Islam dimanapun sering dirugikan oleh kebodohan pemeluk-pemeluknya sendiri. Di Indonesia, kebodohan itu dilestarikan melalui indoktrinasi melalui persekolahan massal untuk menyediakan buruh murah bagi kepentingan investor seperti di kawasan industri Rembang, Pasuruan itu. Sejarah menjadi mata pelajaran yang dinilai tidak sepenting matematika dan fisika. Banyak sejarawan Barat memperparahnya dengan menuliskan narasi yang mengabaikan pengaruh Islam dalam sejarah Republik ini. Saya harap kedua tokoh peristiwa viral ini hanya khilaf yang segera diikuti dengan permohonan maaf.
*Wisma Fastabiq*,
Jatingaleh, 23/8/2020