IKRAR YANG TERLUPAKAN harianmerdekapost.com- 1. Tetap setia kepada PII dan cita-cita PII;
2. Menyediakan diri menjadi abdi Allah untuk berjuang di jalan-Nya dengan bentuk dan sifat, dalam suasana dan tempat bagaimanapun juga, dengan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip Islam;
3. Tetap memperjuangkan tercapainya persatuan ummat Islam dan kesatuan imamah yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam;
4. Menanam, memupuk, memelihara, dan mengembangkan, serta mengekalkan:
– Cinta kami kepada Allah dan Rasulnya serta para pemimpin kami;
– Keberanian bersikap dan bertindak;
– Ukhuwah Islamiyah;
– Kepribadian kami sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kekuatan lahir dan batin kepada kami untuk mentaati ikrar kami ini, dan semoga Allah memberikan petunjuk dan bimbingan kejalan yang benar, manakala kami menyimpang.
Amien, Ya rabbal alamin.
Ini adalah pengakuan yang amat sakral diucapkan pada tiap-tiap pertama kali seorang kader PII selesai mengikuti proses pengkaderan. Ini adalah sumpah sakral seorang kader PII yang senantiasa melekat pada dirinya, mengalir tiap saat dalam rongga jiwa dan darahnya, sebagai prinsip diri, prinsip hidup, kumpulan cita-cita dan komitmen mendalam untuk membawa misi perjuangan ummat menyusuri masa. Ini adalah jati diri seorang kader dalam hidupnya, memperjuangan segala cita-cita mulia Pelajar Islam Indonesia sebagai mata rantai perjuangan ummat.
Tepat tahun 2006 yang lalu, di suatu ruang bersegi empat saya bersama beberapa puluhan teman mengungkapkan ikrar ini dengan segenap jiwa setelah kami di bai’at menjelang subuh selesai shalat malam.
Ungkapan itu adalah tetap setia kepada PII dan cita-cita PII. Menyediakan diri menjadi abdi Allah untuk berjuang di jalan-Nya dengan segala bentuk dan sifat, dalam suasana dan tempat bagaimanapun juga, dengan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip Islam. Tetap memperjuangkan tercapainya persatuan ummat Islam dan kesatuan imamah yang sesuai kepada prinsip-prinsip Islam. Menanam, memupuk, memelihara, dan mengembangkan, serta mengekalkan:
– Cinta kami kepada Allah dan Rasulnya serta para pemimpin kami;
– Keberanian bersikap dan bertindak;
– Ukhuwah Islamiyah;
– Kepribadian kami sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Ini adalah sumpah yang kami ucapkan kala itu dan masi terbayang hingga saat ini. Dalam perjalanannya menyusuri waktu, diantara puluhan teman-teman yang mengikuti basic training dan berikrar itu satu persatu mulai tercecer dari saf Pelajar Islam Indonesia dengan berbagai macam sebab dan alasan, hingga kini diantara puluhan orang itu yang masih berada di pengurusan tinggal saya dan Bendahara Umum PW PII Malut. Entah apa alasannya, saya pun tak tahu, saya hanya sangat sulit cepat terpisah dari barisan perjalanan PII dan merasa masih banyak kurang berbuat dan berkonstribusi untuk PII.
Diantara sebab kenapa saya masih disini karena ikrar inilah yang terus terbayang, lagi-lagi pada saat terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus Daerah PII Kota Ternate kala itu, saya berikrar dengn kata tersebut dan lanjut terpilih menjadi Ketua Umum PW PII Maluku Utara saya berikrar lagi dengan hal tersebut. Hal itulah yang membuat saya sangat sulit tinggalkan sebelum amanah ini dituntaskan.
Saya mulai belajar bahwa Tetap setia kepada PII dan cita-cita PII merupakan suatu pengakuan yang sangat mendasar sebelum mengerjakan hal yang lain. Ini bukan sebatas terminologi maupun kata, tetapi sebagai perjanjian sumpah bahwa sebagai kader harus memiliki kesetiaan yang amat tinggi kepada PII dan cita-citanya. Setia kepada PII artinya tetap berada di saf perjuangan PII baik pengurus tingkat Komisariat, Daerah, Wilayah Maupun PB dan terlepas dari pengurus tetap memberikan konstribusi pikiran dan materi kepada PII untuk terus memggerakannya. Jika tahapan ini seorang kader lalui maka secara otomatis ia telah memperjuangkan cita-cita PII yakni “Kesempurnaan Pendidikan dan Kebudayaan yang Sesuai dengan Islam Bagi Segenap Bangsa Indonesia dan Ummat Manusia” yang tertuang dalam anggaran dasar Pelajar Islam Indonesia.
Diyakini jika prinsip pertama ini telah kita lakukan sekuat tenaga dan jiwa, maka menyediakan diri menjadi abdi Allah untuk berjuang di jalan-Nya dengan bentuk dan sifat, dalam suasana dan tempat bagaimanapun juga, dengan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip Islam dengan sendirinya akan bermuara dalam diri dan kehidupan seorang kader. Sebab menyediakan diri menjadi abdi Allah adalah menghibahkan diri, pikiran dan hati untuk terus memacu diri dan meledakkan semangat perjuangan di jalan-Nya dengan bentuk dan sifat dalam suasana dan tempat bagaimanapun juga dan tetap tidak lupa selalu berpegang teguh pada nilai dan prinsip-prinsip Islam.
Diantara setia dan siap menyediakan diri, seorang kader PII juga memiliki kewajiban untuk berupaya tetap memperjuangkan tercapainya persatuan ummat Islam dan kesatuan imamah yang sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Seorang kader PII memiliki semangat persatuan ummat (ukhuwah) yang tinggi dan memiliki ghirah yang kuat dalam menyatukan ummat yang terpecah belah. Ia senantiasa akan gelisah ketika melihat saudara-saudaranya terpecah belah dan tidak bersatu hanya karena perkara dunia. Hal ini ia sadari karena kekuatan persatuan ummat merupakan modal dalam mewujudkan cita-cita mulianya. Semuanya mustahil tercapai jika barisan ummat terkotak-kota dan tidak terarah pada satu barisan dan saf yang rapih. Bukankah kita sadari bahwa ummat ini bisa meraih suatu kemenangan perang maupun kesuksesan usaha dakwah itu dikarenakan persatuan yang kokoh. Bukankan kita tahu bahwa negara ini bisa merdeka dari belenggu penjajahan itu semua karena kekuatan persatuan yang kokoh. Maka persatuan adalah jati diri dan kewajiban masing-masing kader PII dalam membawa misa perjuangannya hingga tercapai.
Urusan persatuan seorang kader telah kelar maka misi-misi perjuangan selanjutnya akan mudah dilakukan, diantaranya yang paling utama adalah Menanam, memupuk, memelihara, dan mengembangkan, serta mengekalkan. Dalam mewujudkan cita-cita yang mulia dan terus menjaga cita-cita tersebut, PII membutuhkan manusia yang dilahirkan dari rahimnya sebagai penerus pembawa misi perjuangan melalu proses kaderisasi yang nantinya akan melahirkan kader PII sebagai pembawa misi. Seorang kader PII yang telah resmi sesuai anggaran dasar memiliki kewajiban menjadi pengurus dan mengawal program-program pembinaan melalui training, kursus, ta’lim dan kajian-kajian keilmuan lainnya yang tentunya itu semua bertujuan meningkatkan kapasitas kader dengan kemampuan menjadi muslim yang baik, cendekia dan memiliki jiwa pemimpin untuk menjadi pelopor dan pembawa misi perjuangan ummat.
Seorang kader PII juga memiliki cinta yang kuat kepada Allah dan Rasulnya serta para pemimpinnya, selanjutnya memeliki keberanian bersikap dan bertindak yang tegas namun memiliki jiwa ukhuwah Islamiyah yang tak kalah juga dalam setiap-tindakan dan semua itu memcerminkan kepribadian yang islami.
Ini adalah jiwa seorang kader PII. Namun, coba kita saksikan dalam keseharian. Apakah jati diri ini sudah menjadi prinsip yang melakat dan menjadi cita-cita seorang kader. Dari 34 Provinisi Indonesia dari timur hingga barat bahkan tersebar ke seluruh dunia. Apakah ikrar yang pernah diucapkan itu sudah ditunaikan. Saya yakini masih ada yang belum ditunaikan, bahkan pasti ada yang mencoba menghianati ikrarnya. Menghianati artinya tidak melaksanakan apa yang telah ia ikrarkan, bahkan lebih parah lagi mungkin ada yang mencoba menghancurkan cita-cita mulia itu.
Begitu sulitkah jika kita tidak siap menjalankan misi perjuangan ini maka cukup kita doakan agar segala cita-cita mulia itu bisa berjalan secara baik. Begitu sulitkah kita untuk memberikan gagasan dan pemikiran terbaik dan mendorong serta berpartisipasi dalam menggerakkan roda alat perjuangan ummat ini agar terus berjalan dan tak terhenti?. Tak sulit rasanya itu lakukan. Hanya saja kita saja yang lupa dengan apa yang telah melahirkan kita menjadi yang sekarang. Namun kita berharap, jika di masa ini kita belum mampu berbuat yang terbaik untuk perjuangan misi PII, maka semoga orang-orang yang nantinya menggantikan kita lebih terbaik lagi dalam membawa PII ke arah yang lebih baik dan terus mencetak generasi-generasi pemimpin masa depan guna mejadi pelopor perubahan untuk ummat dan bangsa.
Dari Jusuf Kalla Sampai Jendral Sudirman, diantara banyak tokoh yang terlahir dari rahim PII, Ini Kata Mereka Tentang Pelajar Islam Indonesia:
“Sekarang saya mampu berpidato dalam situasi apapun itu berkat dulu saya masuk di PII“ Bapak Jusuf Kalla, dua kali menjabat Wakil Presiden Republik Indonesia.
“Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada anak-anakku di PII, sebab saya tahu bahwa telah banyak korban yang telah diberikan oleh PII kepada negara. Teruskan perjuanganmu. Hai anak-anakku Pelajar Islam Indonesia. Negara kita adalah negara baru, di dalam penuh onak dan duri, kesukaran dan rintangan banyak kita hadapi. Negara membutuhkan pengorbanan pemuda dan segenap bangsa Indonesia.”
Jenderal Besar Sudirman, dalam pidato peringatan Hari Bangkit I PII tahun 1948 di Yogyakarta. (*sadam)